Seorang anak asal Darwin Australia dapat membantu menulis kembali sejarah Australia, setelah menemukan apa yang dia percaya adalah senapan atau meriam putar buatan Portugis dari kerajaan asal Indonesia yang berusia 500 tahun di pantai Northern Territory
Bagian dari sebuah meriam yang berasal dari Indonesia ditemukan di pantai Dundee, wilayah Australia bagian utara. Temuan itu mengubah sejarah kontak awal dengan Australia, yang semula dipercaya dimulai oleh bangsa Eropa.
Meriam Dundee Beach penting karena ini mungkin artefak paling awal yang ditemukan di wilayah utara Australia.
Bagian dari meriam yang ditemukan berupa bagian yang digunakan untuk menembak.
Pecahan meriam itu ditemukan oleh seorang pria lokal bernama Christopher Doukas pada tahun 2010. Temuan itu selanjutnya diteliti oleh ilmuwan.
Segera setelah penemuan, ilmuwan Australia menduga bahwa meriam itu merupakan milik pelayar Indonesia. Meriam berasal dari abad ke-16, pada permulaan hubungan dagang teripang yang melibatkan orang-orang Makassar.
Menurut dugaan ilmuwan, pelayar asal Indonesia tersebut kehilangan meriamnya. Diduga, kapal yang digunakan oleh pelayar itu tenggelam. Meriam pun terbawa arus hingga sampai ke wilayah Australia.
Dugaan itu dibenarkan oleh Matt Cupper dari University of Melbourne. Setelah membersihkan bagian meriam dan menganalisisnya dengan teknik optik, Cupper mengonfirmasi bahwa artefak itu berusia 150 tahun. Analisis logam pun mampu mengonfirmasi asal-usul logam yang dipakai untuk membuat meriam.
“Meriam Dundee Beach penting karena ini mungkin artefak paling awal yang ditemukan di wilayah utara Australia. Ini mungkin juga bukti kontak Australia dengan dunia luar yang lebih awal dari kedatangan Inggris,” kata Cupper seperti dikutip Daily Mail, pada Selasa (17/12/13).
Christopher Doukas menemukan meriam perunggu ini di Dundee Beach. Picture: MICHAEL FRANCHI Sumber: NT News
Awal Penemuan
Sang bocah, Christopher Doukas membuat penemuan di Dundee Beach, sekitar dua jam perjalanan dari Darwin, ketika air laut merosot surut ke posisi terendah yang luar biasa pada bulan Januari 2010 lalu , dan ia bisa berjalan keluar jauh dari pantai.
Anak laki-laki berusia 13 itu, kemudian melihat sebuah benda yang mencuat dari lumpur, lalu menggalinya bersama ayahnya dan membawanya ke rumah.
“Segera setelah kami kembali ke Darwin, ayah saya menggerinda sedikit benda itu. Kami melihat bahwa benda itu terbuat dari perunggu, jadi kami tahu bahwa benda itu sudah tua, ” kata Christopher.
Strange finds have the potential to re-write Australia’s history, including an old cannon from Darwin Harbour, 1000 year old coins from Tanzania, and small cannons found at Dundee Beach and at Carronade Island off the coast of Western Australia. (ABC (map from Google, small photos supplied):Xavier La Canna)
Penelitian di internet menunjukkan apa benda itu, tentang ukuran senapan, memiliki kemiripan yang mencolok dengan senjata putar Portugis yang digunakan sebagai senjata anti-personil di kapal pada abad ke-16.
Pada Juli tahun lalu ibu Christopher, Barbara, memberitahu kepada staf di Museum Darwin untuk menelitinya, lalu ia mengirimkan foto-fotonya, dan dari tampilannya telah menunjukkan bahwa benda itu adalah artikel asli.
Tapi hanya dalam beberapa minggu setelah berbicara dengan petugas setempat, ia telah diminta untuk membawa benda itu untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Christopher mengatakan benda yang sama telah dijual di Inggris seharga 8.000 poundsterling (sekitar $ 12.000), dan ia tertarik akan menjual senjata tua itu ke museum.
Meriam Mini Buatan Portugis, Milik Siapa?
Portugal menduduki Timor dari tahun 1515 sampai tahun 1975 , meskipun hangat diperdebatkan apakah benda itu milik penjelajah Portugis ataukah milik armada kerajaan asal Indonesia yang membelinya dari Portugis.
Dan apakah mereka berhasil sampai ke Australia, yang berjarak sekitar 700 km jauhnya? Peta awal dari Perancis pada tahun 1500-an baru muncul untuk menunjukkan bagian Utara Australia yang beberapa darinya telah dikutip sebagai bukti penjelajah Portugis telah tiba selama periode itu, meskipun menjadi interpretasi yang kontroversial.
Bocah yang menemukan Christopher Doukas, mengatakan benda yang sama telah dijual di Inggris seharga 8.000 poundsterling (sekitar $ 12.000)
Pendapat Skeptis
Sejarawan lokal Peter Forrest skeptis penjelajah Portugis telah mencapai Northern Australia di tahun 1500-an, tetapi jika penemuan pistol putar itu asli dari periode tersebut, maka akan menggiring orang-orang yang percaya teori, katanya.
Hal ini masih perlu ditunjukkan ke lokasi penemuan benda tersebut dan apakah memiliki hubungan dengan kontak Portugis atau Indonesia, lalu apakah benda itu bukan benda curian atau telah ditinggalkan di sana oleh pedagang antik di era tahun 1800-an.
Forrest mengatakan tidak ada bukti independen dari kontak Portugis dengan bagian Australia selama tahun 1500-an dan cukup banyak bukti bahwa memang tidak ada kontak tersebut.
Borobudur ship relief
“Saya pikir hal itu melompat ke kesimpulan yang sangat dini untuk menghubungkan objek dengan kehadiran Portugis diujung atas wilayah Australia manapun dimasa itu. Bahkan jika itu terjadi, jadi mengapa? Apa akibatnya? ” katanya.
Tapi jika kita berfikir jernih, siapa yang tak dapat ke Australia, jika sudah banyak kerajaan di Indonesia yang terkenal sebagai bangsa pelaut?
Indonesia (dulu Nusantara) yang terdiri dari ribuan pulau, secara otomatis pastilah bangsa penjelajah lautan, Kerajaan-kerajaan di Indonesia adalah negara maritim sejak lama. Hal ini dapat dibuktikan dengan relief pada candi Borobudur yang terdapat perahu penjelajah antar benua. Bahkan masalah astrologi sudah dikuasai nenek moyang di Indonesia. (baca:Jejak Astronomis di Borobudur)
Lagi pula, perahu-perahu dari Nusantara sudah menjelajah hingga ke sisi barat benua Afrika. Lalu seberapa jauhnya jika mereka ke Australia? Tiada banding jaraknya jika ke Afrika.
Lagi pula suku Aborigin sudah menghuni benua Australia selama ribuan tahun lamanya. Jadi sangat memungkinkan bahwa nenek moyang Indonesia dan Aborigin sejak dulu sudah berdagang dan melakukan kontak secara rutin.
Suku Aborigin sudah mengadakan kontak dan perdagangan dengan dunia luar, termasuk dari Asia dan Afrika jauh sebelum James Cook datang.
Bagaimana pula bangsa Eropa dan Inggris dengan seenaknya bisa dapat “mengklaim” bahwa benua Australia adalah sebuah penemuan, jika ternyata di dalam benua itu sudah ada penduduk aslinya? Seuatu penyataan yang bodoh, jika kita menyatakan menemukan suatu daratan, padahal daratan itu sudah ada warganya!
Sebelumnya dipercaya bahwa orang pertama yang datang ke Australia adalah Kapten James Cook asal Inggris pada tahun 1770. Bila meriam ini terbukti berasal dari masa tersebut, maka bisa dibilang bahwa kontak manusia dengan Australia sudah dimulai sebelum James Cook.
Kontak Eropa dikonfirmasi awal dengan Australia adalah di tahun 1606 oleh kapal Belanda Duyfken. Sejarah juga mencatat bahwa sudah ada penjelajah asal Belanda, Willem Janszoon, yang datang ke Australia pada tahun 1606. Beberapa tahun kemudian, orang Belanda lain, Dirk Hartog, juga sudah sampai di benua itu.
Temuan lain, berupa koin, malah mengungkap bahwa kontak manusia dengan Australia sudah dimulai sejak lebih dari 1.000 tahun lalu. Saat itu, diduga sudah ada perdagangan antara India, Afrika, dan Australia.
Sedangkan dari wilayah Indonesia, terutama dari Nusa Tenggara Timur atau dari wilayah Maluku Selatan, keberadaan benua ini sudah diketahui jauh sebelum para penjelajah dari Barat tiba ditanah itu. Namun terkadang benua itu hilang dari pandangan akibat cuaca dilaut yang tak baik. Oleh karenanya benua ini kadang dapat terlihat, kadang pula tidak.
Dari namanya yang dipakai hingga saat ini, benua luas Australia adalah bahasa daerah Maluku yang artinya “kamu tidak melihat” (os tar lia), yang akhirnya dilafalkan oleh orang Inggris menjadi “Australia”. Jadi tahulah siapa yang lebih dahulu mengetahuinya dan kemudian menginjakkan kakinya disana.
Meriam di nusantaraSunting
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Meriam kecil
Lela Melayu bermoncong Naga.
Dalam era Kesultanan Melayu abad ke-17 dan ke-18 di nusantara yang kerap berdagang dan berperang, digunakan meriam putar berdesain unik yang disebut “lela” (Bahasa Melayu) dan juga “rentaka“, versinya yang lebih kecil dan lebih mudah dipindahkan. Lela yang digunakan oleh Kesultanan-kesultanan Melayu dikenal dengan desainnya yang tidak mengikuti desain meriam Eropa, karena pola-pola ukiran, moncongnya yang mengembang atau membentuk mulut naga, dan bagian belakangnya yang berekor (disebut “Ekor lotong“). Meriam-meriam putar tersebut digunakan di atas kapal-kapal dagang atau pun kapal perang kerajaan untuk menghalau bajak laut dan juga dalam perang maritim.[16]
Berbagai jenis meriam abad ke-16.
Awal masa modernSunting
Pada tahun 1500-an, meriam mulai dibuat dengan panjang dan diameter yang sangat bervariasi, dengan aturan utama bahwa semakin panjang laras, semakin jauh jangkauan meriam. Beberapa meriam yang dibuat pada masa ini memiliki panjang lebih dari 3 meter dan berat sampai 9.100 kg. Akibatnya, mesiu dalam jumlah yang besar dibutuhkan untuk menembakkannya.[17] Pada pertengahan abad, kerajaan-kerajaan di Eropa mulai mengklasifikasikan jenis-jenis meriam agar tidak membingungkan. Henry II dari Perancis menggunakan enam jenis ukuran meriam,[18] tetapi kerajaan lain memiliki lebih banyak jenis: Spanyol menggunakan 12 jenis ukuran, dan Inggris 16.[19][20] Bubuk mesiu yang lebih baik juga telah dikembangkan pada masa ini. Sebelumnya, bubuk mesiu dihaluskan menjadi butiran kecil, namun ini digantikan dengan butiran besar seukuran biji jagung. Bubuk yang lebih kasar ini memiliki udara di antara butiran-butirannya, yang membuat api bisa lebih cepat menyebar.[21]
Meriam Tsar Cannon, howitzer terbesar yang pernah dibuat, dibuat oleh Andrey Chokhov.[22]
Pada akhir abad ke-15, beberapa teknologi baru dikembangkan untuk membuat meriam menjadi lebih mudah digerakkan. Kereta meriam beroda dan trunnion menjadi banyak digunakan, dan ditemukannya limber semakin memudahkan transportasi artileri.[23]Akibatnya muncul adanya artileri medan, yang mulai digunakan bersama dengan meriam besar yang biasa digunakan dalam pengepungan.[23][24] Perkembangan bubuk mesiu, peluru meriam, dan adanya standardisasi kaliber membuat meriam ringan pun jadi sangat mematikan.[23] Dalam The Art of War, Niccolò Machiavelli mengamati bahwa “benar kalau arquebus dan artileri kecil lebih berbahaya dari artileri berat.”[25] Pengamatan ini terealisasikan pada pertempuran Flodden Field pada 1513, saat meriam medan Inggris mengalahkan artileri pengepungan Skotlandia, dengan menembak dua sampai tiga kali lebih cepat.[26] Walaupun meriam menjadi lebih mudah bergerak, meriam tetap jauh lebih lambat dari tentara: meriam Inggris yang besar membutuhkan 23 kuda untuk menariknya, dan sebuah culverin membutuhkan sembilan. Dengan ditarik kuda, meriam tetap hanya bergerak secepat kecepatan berjalan kaki manusia.
Inovasi meriam terus berlanjut, salah satu inovasi penting adalah mortir yang dikembangkan oleh Jerman. Mortar merupakan meriam yang pendek dan tebal yang menembak ke atas dengan sudut yang tinggi. Mortar menjadi berguna dalam pengepungan, karena dapat ditembakkan melewati atas tembok dan pertahanan lain.[27]Mortar dikembangkan lebih lanjut oleh Belanda, yang menemukan cara untuk menembakkan peluru meriam berisi bahan peledak yang menggunakan sumbu.
HMS Victory pada tahun 1884, satu-satunya kapal garis yang masih ada sampai sekarang.
Abad ke-18 dan ke-19Sunting
Pada abad ke-17, kapal kelas rendah Inggris, kapal garis, umumnya dipersenjatai dengan meriam-demi, yaitu meriam seberat 1.500 kg yang menembakkan peluru padat seberat 15 kg.[28] Meriam-demi dapat menembakkan peluru logam ini dengan kekuatan yang luar biasa, sampai dapat menembus kayu setebal satu meter dari jarak 90 m (300 ft), dan dari jarak dekat dapat menghancurkan tiang layar kapal-kapal terbesarpun.[29] Meriam asli menembakkan peluru seberat 19 kg, namun meriam jenis ini sudah tidak dipakai pada abad ke-18, karena ukurannya yang menyulitkan. Pada akhir abad ke-18, Angkatan Laut Britania Raya mengadopsi meriam berdasarkan prinsip-prinsip dan pengalaman yang sudah dikembangkan di daratan Eropa. Di Amerika, Angkatan Laut Amerika Serikat menguji meriam dengan menembakkannya dua sampai tiga kali, kemudian melihat apakah penembakan mengakibatkan kebocoran di kapal.[30]
Meriam carronade mulai dipakai Angkatan Laut Britania Raya pada 1779. Meriam ini menembak peluru meriam dengan kecepan yang lebih rendah, dengan tujuan menghasilkan serpihan kayu lebih banyak ketika terkena kapal, serpihan ini juga dipercaya dapat mematikan.[31] Meriam carronade jauh lebih pendek dan beratnya hanya sepertiga atau seperempat dari meriam panjang. Karena itulah meriam carronade lebih mudah dioperasikan dan membutuhkan bubuk mesiu yang lebih sedikit, serta dapat dijalankan oleh lebih sedikit kru.[32] Meriam carronade dibuat dalam kaliber angkatan laut umum,[33] tetapi tidak dihitung dalam daftar meriam kapal garis. Akibatnya, klasifikasi kapal Angkatan Laut Britania Raya masa itu sedikit tidak akurat, karena kapal membawa lebih banyak meriam dari yang terdaftarkan.
Pada tahun 1810-an dan 1820-an, keakuratan dan jarak jangkau meriam lebih diutamakan dari faktor berat. Meriam carronade akhirnya berhenti dipakai oleh Angkatan Laut Britania Raya pada tahun 1850-an, setelah dikembangkannya meriam baja berjaket oleh William George Armstrong dan Joseph Whitworth. Namun, carronade tetap dipakai pada Perang Saudara Amerika Serikat.[31][34]
Abad ke-20 dan ke-21Sunting
Artileri Britania Raya pada Perang Dunia I.
Pada awal abad ke-20, senjata infanteri sudah semakin kuat dan akurat, membuat artileri harus dijauhkan dari garis depan medan perang. Perubahan kepada tembakan tidak langsung ini ternyata tetap efektif pada Perang Dunia I, menyebabkan 75% dari jumlah semua kematian.[35] Karena adanya peperangan parit pada awal Perang Dunia I, howitzer semakin banyak dipakai, karena howitzer menembak dengan sudut yang tinggi, cocok untuk mengenai target di dalam parit. Selain itu, pelurunya juga dapat berisi bahan peledak dengan jumlah lebih banyak. Jerman menyadari hal ini dan memulai perang dengan howitzer yang lebih banyak dari Perancis.[36] Perang Dunia I juga ditandai dengan adanya Meriam Paris, meriam terjauh yang pernah ditembakkan. Meriam berkaliber 200 mm ini digunakan Jerman untuk menembak ke Paris, dan mampu menembak ke target yang jauhnya 122 km.[37]
Meriam 88 mm Jerman era Perang Dunia II.
Perang Dunia II mencetuskan perkembangan baru dalam teknologi meriam, antara lain peluru sabot, proyektil bahan peledak hampa, dan sumbu berjarak, semuanya cukup penting.[38] Sumbu berjarak mulai dipakai di medan perang Eropa pada akhir Desember 1944.[39] Teknologi ini kemudian dikenal sebagai “hadiah Natal” untuk tentara Jerman, dan banyak dipakai di Pertempuran Bulge. Sumbu berjarak efektif dipakai melawan infanteri Jerman di ruang terbuka, dan digunakan untuk menghentikan serangan. Teknologi ini juga dipakai pada proyektil anti pesawat, dan digunakan di medan perang Eropa dan Pasifik untuk menghadapi peluru kendali V-1 dan pesawat kamikaze.[40] Meriam anti tank dan meriam tank juga sangat berkembang pada perang ini. Misalnya, Panzer III yang awalnya dirancang untuk menggunakan meriam 37 mm, diproduksi dengan meriam 50 mm.[41] Pada tahun 1944, KwK 43 8,8 cm—dan berbagai variasinya—mulai dipakai oleh Wehrmacht, dan digunakan sebagai meriam tank dan meriam anti tank PaK 43.[42][43] Meriam ini menjadi salah satu meriam paling kuat pada Perang Dunia II, yang mampu menghancurkan tank Sekutu apapun dari jarak jauh.[44][45]
Meriam Mark 45 pada kapal jelajah.
Perkembangan ke arah meriam yang lebih besar berubah pada masa kini. Misalnya pada Angkatan Darat Amerika Serikat, yang menggantikan meriam-meriam lamanya dengan meriam yang lebih ringan dan mudah bergerak. Howitzer M198 dipilih untuk menggantikan meriam-meriam era Perang Dunia II mereka pada tahun 1979.[46] Walau sampai sekarang masih dipakai, M198 mulai secara bertahap digantikan oleh howitzer M777 Ultralightweight, yang beratnya hanya setengahnya M198, dan bisa ditransportasikan menggunakan helikopter. Sedangkan M198, membutuhkan pesawat C-5 atau C-17 untuk transportasi udara.[46][47]Selain artileri darat seperti M198, artileri laut juga menjadi semakin ringan, dan ada yang digantikan oleh peluru kendali jelajah.[48]Walaupun begitu, meriam tetap menjadi bagian penting dari persenjataan Angkatan Laut Amerika Serikat, dikarenakan penggunaanya jauh lebih murah dari pemakaian peluru kendali.[48]
Meriam otomatisSunting
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Meriam otomatis
Meriam otomatis adalah meriam yang memiliki kemampuan untuk menembak secara otomatis, seperti sebuah senapan mesin. Meriam ini memiliki mekanisme yang secara otomatis mengisi amunisi, sehingga dapat menembak jauh dan lebih cepat daripada artileri, hampir secepat—bahkan pada senapan Gatling lebih cepat—dari sebuah senapan mesin.[49] Umumnya kaliber meriam otomatis lebih besar dari senapan mesin, dan sejak Perang Dunia II, umumnya berkaliber di atas 20 mm.
Meriam otomatis GAU-8/A Avenger.
Banyak negara yang menggunakan meriam otomatis ini pada kendaraan lapis baja ringan, menggantikan meriam yang lebih berat dan kuat tetapi lambat, yaitu meriam tank. Contoh meriam otomatis yang sering digunakan adalah meriam rantai “Bushmaster” 25 mm yang dipakai pada kendaraan tempur infanteriLAV-25 dan M2 Bradley.[50]
Meriam otomatis juga sering ditemukan pada pesawat udara, untuk mendukung atau bahkan menggantikan senapan mesin tradisional, sekaligus memberikan daya tembak yang lebih besar.[51] Meriam udara pertama kali dipakai pada Perang Dunia II, namun satu pesawat hanya bisa membawa satu atau dua, karena beratnya yang lebih besar dari senapan mesin. Dikarenakan sedikitnya jumlah meriam per pesawat, pesawat pada Perang Dunia II tetap dipersenjatai dengan senapan mesin.[51] Kini, hampur semua pesawat tempur modern dipersenjatai dengan meriam otomatis yang dikembangkan dari Perang Dunia II.[51]Meriam otomatis udara paling besar, berat, dan kuat yang digunakan oleh militer Amerika Serikat adalah meriam tipe Gatling GAU-8/A Avenger,[52] yang besarnya hanya dikalahkan oleh meriam artileri udara khusus yang dipakai pada pesawat AC-130.[53]